Rio Poneglyph, Kitab Suci, dan Seni Pemahaman

No Comments

Theory By : RokushikiMaster

“1285 tahun lalu, Kahira jatuh ke Arabasta. 1264 tahun lalu, Dinasti Bitein dari Taymar memulai kekuasannya. 1218 tahun lalu, Kuil Agung Taph selesai dibangun di Erumalu. 1199 tahun lalu, Pahlawan Oltean, Mahmudin…” 

Narasi dari Nico Robin terhenti. Bukan karena sejarah Arabasta ini tidak menarik, melainkan karena Crocodile memotong narasinya. Menurutnya, poneglyph yang sedang dibacakan Robin seharusnya mencantumkan lokasi Senjata Kuno bernama Pluton. Bukannya malah sekilas tentang sejarah Arabasta. 

Beberapa waktu kemudian, terkuak bahwa Robin berbohong. Narasi sejarah Arabasta itu cuma karangannya belaka. Sedangkan yang tercantum di poneglyph sejatinya memang lokasi keberadaan Pluton yang dicari-cari. Ketika ditanya alasannya berbohong, Robin menjawab bahwa impiannya adalah menemukan “Rio” Poneglyph, batu yang berisi sejarah yang hilang. Bukan omong kosong tentang senjata kuno. Dia tidak peduli soal itu.  


Di Skypiea, Robin menemukan poneglyph berikutnya di altar Lonceng Emas. Harapannya untuk menemukan sejarah yang hilang masih sangat besar. Namun kembali dia harus menelan pil pahit ketika mendapati batu prasasti itu hanya mencantumkan lokasi Senjata Kuno. Tidak sekedar kecewa, Robin bahan muak saat membayangkan senjata-senjata penghancur itu tersembunyi di penjuru bumi. Namun kekecewaan Robin surut saat membaca pesan singkat Roger. Sebuah pesan yang diartikan Robin bahwa poneglyph yang dibacanya sekarang hanyalah ‘selembar halaman’ dari sebuah ‘buku’. ‘Buku’ itulah yang bernama Rio Poneglyph. Itu berarti, belum saatnya menarik kesimpulan. Sederhana saja : bagaimana mungkin memahami isi buku hanya dengan membaca selembar halamannya? Itu mustahil. Ya, Robin memang muak dengan isi poneglyph yang baru saja dibacanya. Namun betapa pun muaknya, emosinya itu sama sekali tidak relevan. Patut disadari bahwa ini hanyalah informasi dari ‘selembar halaman’ saja. Mau tidak mau, Robin harus menunduk dan mengesampingkan rasa muaknya, untuk kemudian istiqomah menemukan lembaran-lembaran halaman berikutnya.

Kepulauan Shabondy. Keberuntungan sedang berpihak pada Robin. Dia bertemu dengan Rayleigh, salah satu dari segelintir orang yang telah berhasil mengetahui sejarah yang hilang. Itu berarti, ‘lembaran-lembaran halaman’ yang dicari Robin, beliau telah mengumpulkan semuanya. Terlebih lagi, beliau sudi menceritakan semuanya pada Robin. Aihh, sungguh kesempatan emas. Setiap detik, resiko kematian, dan usaha keras yang mungkin dikerahkan Robin bila dia melanjutkan pencariannya sendiri, bisa dieliminasi saat itu juga. Tinggal dengarkan pak tua itu saja bercerita. Namun alih-alih larut dalam skenario menggiurkan itu, Robin tetap memilih untuk melanjutkan pencariannya. Sebuah keputusan yang membuat Rayleigh heran, walau juga dianggapnya bijak. Pasalnya, ada kemungkinan kesimpulan yang Robin dapatkan kelak berbeda dengan kesimpulan yang Rayleigh dapat dulu. Pencarian Robin pun berlanjut hingga kini. 

Demikian sekilas perjalanan Robin mencari poneglyph. Kalian pasti sudah tahu. Saya hanya meringkas fakta yang sudah muncul. Namun itu yang tersurat. Bila diresapi lebih dalam, ternyata ada pesan tersirat yang sarat makna dari pencarian Robin ini. Kita lihat. Referensi Oda sangat luas. Beliau mengambil elemen ceritanya dari banyak literatur di berbagai belahan dunia. Lalu bagaimana dengan poneglyph? Apa referensinya?Hmm, saya tidak bisa mengingkari rasa familiar bahwa konsep poneglyph ini sangat mirip dengan proses turunnya kitab suci. Meski mungkin tidak benar-benar serupa, beberapa kesamaan sangat terasa. Mari simak.

1. Fakta bahwa Rio Poneglyph diibaratkan seperti sebuah buku (chapter 301)

Normalnya, buku itu berbentuk tumpukan lembaran kertas yang terjahit atau dilem rapi dan isinya berupa rangkaian kata yang mudah dibaca secara runtut. Namun ‘buku’ Rio Poneglyph ini berbeda. ‘Lembaran-lembaran halaman’-nya --yaitu poneglyph-- tercecer di seluruh dunia. Tidak tertumpuk rapi di satu tempat. Dan setiap lembarannya mencantumkan kebenaran yang tidak membentuk alur cerita yang runtut. Perhatikan, Robin sejauh ini sudah menemukan tiga poneglyph, yang masing-masing berisi lokasi Pluton, lokasi Poseidon, dan permintaan maaf Joy Boy. Semua informasi itu diyakini sebagai fakta. Namun apakah mereka membentuk alur cerita?? Boro-boro. Gimana cara menghubungkan lokasi 2 senjata berkekuatan dewa dengan permintaan maaf dari orang tak dikenal bernama Joy Boy?? Bahkan orang paling cerdas sekalipun mustahil melakukannya. Itulah kenapa setiap ‘halaman’ poneglyph harus disatukan menjadi ‘buku’ Rio Poneglyph agar alur peristiwanya lebih jelas dan lebih mudah memahaminya. Nah, itu mirip dengan proses turunnya ayat-ayat kitab suci, di mana setiap ayat diturunkan secara terpisah di waktu dan tempat yang berbeda-beda. Setiap ayat mencantumkan informasi yang diyakini sebagai kebenaran. Namun informasi antara satu ayat dengan lainnya tersebut tidak selalu runtut. Maka itu, di kemudian hari ayat-ayat ini disatukan dalam bentuk mushaf. Tujuannya supaya lebih terbaca alur peristiwanya dan lebih mudah memahaminya. 

2. Fakta bahwa poneglyph tercantum dalam bahasa yang asing bagi banyak orang

Poneglyph terpahat dalam bahasa kuno, yang tentu saja tidak kuno sedikit pun bagi orang pertama yang memahatkannya. Itu bahasa peradaban mereka. Bahasa sehari-hari mereka saat itu. Namun seiring waktu, bahasa kuno punah dan muncul bahasa-bahasa baru. Mereka yang memakai bahasa-bahasa baru ini pastinya harus belajar terlebih dulu untuk bisa membaca bahasa kuno poneglyph. Itu mirip dengan masa turunnya ayat kitab suci yang menggunakan bahasa yang sesuai dengan peradaban saat itu yaitu arab. Namun seiring waktu, berkembang bahasa-bahasa baru. Pengguna bahasa-bahasa baru ini tentunya harus belajar bahasa arab untuk bisa membaca kitab suci.

3. Fakta bahwa untuk memahami poneglyph dibutuhkan ilmu, ketenangan, kejernihan berpikir, dan pengetahuan seseorang akan dunia

Ini bagian yang paling menarik. Siapapun orang pertama yang membuat poneglyph, pastinya paling memahami isi poneglyph. Namun seperti kata Profesor Clover, poneglyph dibuat untuk dipahami oleh lebih banyak orang di masa depan. Ini penting. Pasalnya, bila dilakukan dengan benar, pemahaman isi poneglyph bisa digunakan untuk membentuk masa depan yang lebih baik (sesuai perkataan ibu Robin sebelum Buster Call). Banyak kendala untuk memahami poneglyph. Antara lain kenyataan bahwa kegiatan penerjemahan poneglyph dilarang keras oleh pemerintah. Selain itu, lokasinya yang tersebar dan tersembunyi di seluruh dunia juga menyulitkan. Apalagi transportasi utama masih menggunakan kapal dan lautannya bergejolak oleh monster laut dan cuaca ekstrim. Kebanyakan orang mungkin mati di jalan bahkan sebelum menemukan poneglyph pertamanya. Namun kendala terbesar sesungguhnya ada di dalam diri orang yang ingin memahami poneglyph. Ya. Tadi sudah kita bahas reaksi Robin setelah membaca poneglyph di Arabasta dan Skypiea. Bagaimana reaksinya? Yup, dia merasa muak dengan informasi lokasi senjata kuno yang tertera di sana. Padahal itu informasi yang sangat sederhana. “Ada senjata penyandang nama dewa dengan nama Pluton/Poseidon, dan lokasinya ada di xxx”. Titik. Tidak ada informasi lain, seperti siapa yang membuat senjata-senjata itu, bagaimana bentuknya, seperti apa kekuatannya, dan apa tujuan dibuatnya senjata-senjata itu. Namun Robin dengan cepatnya menarik kesimpulan kalau informasi itu sampah dan tidak berguna.


Penyebabnya? 
Itu karena Robin mengidap tumor. Tumor ini tidak terlihat, tetapi bisa tumbuh dan menjalar lebih cepat daripada tumor yang kasat mata. Pun sangat mematikan. Tumor itu bernama prasangka. Peristiwa Buster Call yang menimpa Ohara menyisakan luka mendalam di hati Robin. Sedemikian dalamnya, sehingga menciptakan template reaksi di benaknya bahwa semua senjata itu sama saja : mereka jahat, merusak, dan tidak layak mendapat perhatiannya dalam pencarian sejarah yang hilang. Prasangka itu sudah mengakar kuat dalam diri Robin selama bertahun-tahun. Mengambil alih alam bawah sadarnya. Membutakannya dari pemahaman yang tulus. Informasi netral dari batu poneglyph pun menjadi korban telak prasangka itu. 

Gol D. Roger --yang telah mengetahui sejarah yang hilang lebih dulu-- sepertinya paham betul bahwa prasangka menjadi tumor yang menjangkit hati banyak orang. Tumor yang muncul karena dimotori luka masa lalu, kebencian, dan kedengkian. Menjadi parasit ganas, bahkan bagi mereka yang berusaha mencari kebenaran poneglyph. Ini berbahaya, karena bisa membelokkan pemahaman akan kebenaran yang ingin disampaikan oleh pembuat poneglyph. Maka itu, Roger meninggalkan pesannya . “Ikuti kata-kata ini sampai akhir”. 

Ini masih teori, tetapi pesan tersebut mungkin terinspirasi dari kata “Rio” pada Rio Poneglyph yang dalam bahasa portugis berarti “sungai”. Ciri khas sungai adalah air yang mengalir dari hulu di pegunungan sampai hilir di lautan. Kalau kamu ingin sampai ke laut, sudah tentu wajib mengikuti aliran air sungai. Jangan dilawan. Maka kamu akan diantar sampai ke laut. 
Begitu pula dengan makna “ikuti kata-kata ini sampai akhir”. Ikutilah kata-kata yang tertera di poneglyph satu per satu. Jangan dilawan dengan prasangkamu. Maka kamu akan diantar menuju kebenaran. Begitu maksud Roger. Tujuan pesan tersebut adalah untuk menetralkan prasangka siapapun yang berusaha meneliti poneglyph. Dan itu terbukti sukses buat Robin karena sejak saat itu dia bisa menghapus prasangkanya. Robin bersedia menerima informasi lokasi senjata kuno. Bahwa senjata itu memang ada dan dibuat untuk tujuan yang belum diketahuinya. Bukan ranahnya untuk berprasangka. Nanti akan terkuak seiring pencarian. 
Setelah hilang prasangka, langkah berikutnya adalah gunakan ilmu, jangan terburu-buru, dan lihatlah dunia, seperti petuah Rayleigh pada Robin. Menyadari batas kemampuan juga penting. Seperti kita tahu, Rayleigh sudah mengetahui sejarah yang hilang. Namun dia tahu diri bahwa kapabilitasnya adalah sebagai bajak laut. Keahlian mereka adalah berlayar, bertarung, menjarah, dan minum rum. Bukan menafsirkan sejarah dari masa lalu. Itu ranah para arkeolog yang memang berilmu seperti Robin. Oleh karenanya, Rayleigh dengan rendah hati menundukkan kepalanya dengan berkata bahwa kesimpulan Robin kelak mungkin akan berbeda dengannya. 
Ini sangat menarik karena kiat-kiat pemahaman poneglyph tersebut mirip dengan kiat-kiat pemahaman kitab suci. Kombinasi kejernihan berpikir, ilmu, kerendahan hati, dan pengetahuan akan dunia. Dan itu juga pada dasarnya menjadi kiat-kiat untuk memahami apa pun. Pertanyaan untuk masing-masing : pelihara tumor prasangka atau menghapusnya demi pemahaman? Your choice! 
 - Roku - 

"Berkomenterlah dengan sopan dan tidak keluar dari isi konten"